Dalam acara Rapim di Gedung DPRD Sidoarjo
SIDOARJO (lensa-global.com) - Surat Keputusan (SK) Bupati Sidoarjo tentang pembatalan pelantikan ASN tanggal 22 Maret 2024 lalu sudah dikeluarkan. Dikeluarkannya SK Pembatalan itu tindak lanjut dari Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor : 100.2.1.3/1575/SJ perihal Kewenangan Kepala Daerah pada daerah yang melaksanakan Pilkada dalam Aspek Kepegawaian tertanggal 29 Maret 2024. Dalam SE Kemendagri tersebut disebutkan bahwa mulai tanggal 22 Maret 2024 sampai dengan akhir masa jabatan kepala daerah dilarang melakukan penggantian pejabat kecuali mendapat persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri.
Pemkab Sidoarjo melakukan pelantikan tanggal 22 Maret 2024 setelah berkonsultasi merupakan batas akhir bagi kepala daerah dapat melakukan mutasi jabatan. Pasalnya sebelumnya Pemkab Sidoarjo telah berkonsultasi dengan KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) mengenai UU Nomor 10 Tahun 2016, mengenai batasan waktu kepala daerah dapat melakukan penggantian pejabat sesuai dengan UU Pilkada. Hasilnya KASN memperbolehkan pelantikan pejabat oleh bupati Sidoarjo tanggal 22 Maret 2024 lalu. Bahkan pelantikan tersebut disampaikan oleh pihak KASN serta Kepala Kantor Daerah BKN yang kemarin dilakukan di Pendopo Delta Wibawa.
Saat ini Pemkab Sidoarjo tengah mencari solusi terkait pembatalan pelantikan pejabat yang tidak hanya dialami Kabupaten Sidoarjo saja. Terdapat 30 daerah yang mengalami masalah serupa. Kepala daerah di puluhan kabupaten kota itu juga melakukan pelantikan pada tanggal 22 Maret 2024. Dalam waktu dekat ini masalah pelantikan pejabat Sidoarjo akan dibawa ke Kemendagri. Pemkab Sidoarjo bersama Komisi A DPRD Sidoarjo akan segera berkonsultasi ke Kemendagri.
Siang tadi, Senin, (22/4), Komisi A DPRD Sidoarjo mengundang Sekda Sidoarjo Fenny Apridawati serta Kepala BKD Sidoarjo Budi Basuki serta Asisten Administrasi Umum Atok Irawan dan Kabag Organisasi Arif Mulyono untuk membahas solusi pembatalan pelantikan pejabat tersebut. Ketua KPU Sidoarjo serta Ketua Bawaslu Sidoarjo juga diundang oleh Komisi A DPRD Sidoarjo. Selain itu tenaga ahli hukum tata negara Dr. Rusdianto Sesung SH,MH juga ikut dihadirkan.
Dalam kesempatan tersebut Ketua DPRD Sidoarjo H. Usman yang hadir menanyakan permasalahan tersebut segera dikonsultasikan ke Kemendagri. Sebab SK Pembatalan tersebut terdapat batas akhir berlakunya pelantikan tanggal 30 April 2024.
“Saya minta Komisi A dengan bu Sekda dengan jajarannya bersama-sama ke Kemendagri dan hasil dari Kemendagri itu kita patuh bersama, kita setujui sekarang hari Senin, kita paling telat Kamis sudah harus ke Kemendagri karena tanggal 30 ini batas akhir pembatalan,” pintanya.
Dalam kesempatan itu Sekda Sidoarjo Fenny Apridawati menyampaikan permohonan maaf atas permasalahan tersebut. Ia menjanjikan persoalan seperti ini menjadi bahan evaluasi Pemkab Sidoarjo untuk terus berbenah.
“Saya mohon maaf atas kesalahan ini, mudah-mudahan ini menjadi bahan evaluasi Pemkab Sidoarjo untuk lebih baik lagi,”ucapnya.
Sementara itu tenaga ahli hukum tata negara Rusdianto Sesung mengatakan keputusan bupati Sidoarjo tentang pembatalan pelantikan secara hukum sah. Namun secara prosedur cacat. Pasalnya saat melakukan pelantikan tanpa ada surat persetujuan Kemendagri.
“Memang cacat tapi kadar kecacatannya bukan cacat sah karena kalau cacat sah itu ada dalam pasal 56 ayat 1, kalau dia cacat sah maka akibat hukumnya dia batal demi hukum, dia itu hanya mengandung cacat prosedur,” ucapnya.
Oleh karena itu lanjut Dekan Hukum Universitas Narotama Surabaya itu, pejabat yang dilantik kemarin saat ini masih sah menduduki jabatannya. Namun setelah tanggal 30 April 2024 besok, 491 ASN yang kemarin dilantik kembali ke jabatan semula.
“Posisinya sekarang ini Bu Fenny masih Sekda, Pak Budi masih Kaban sampai tanggal 30 April kecuali jenengan menggugat ke PTUN bisa,”ujarnya.
Rusdianto juga memastikan secara hukum bahwa kebijakan pejabat kemarin dilantik juga sah secara hukum. Namun sekali lagi sampai tanggal 30 April sebagai batas akhir pembatalan pelantikan. Berbeda jika upaya meminta rekomendasi persetujuan pelantikan dari Kemendagri telah diperoleh. Maka ucap Rusdianto, SK Bupati Sidoarjo tentang pembatalan pelantikan tersebut harus dicabut.
“Kalau ternyata rekomendasinya mengakui berarti tetap, berarti keputusan pembatalannya harus dicabut, kalau tidak disetujui berarti pembatalan ini berlaku, kembali ke awal semua, namun tindakannya tetap sah, misalnya saya sebelumnya bukan siapa-siapa lalu menjadi kepala bidang, lalu saya jadi PPK di bidang itu lalu saya tandatangani kontrak, kontrak saya tetap sah sampai tanggal 30 tadi,”pungkasnya.
Sementara itu menurut Ahli Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Dr. Radian Salman, SH, LL.M. menuturkan ada beberapa faktor yang melarang penutupan pegawai.
Faktor pertama, kata Radian, Pemkab Sidoarjo telah melakukan konsultasi dengan pihak KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) mengenai UU Nomor 10 Tahun 2016, mengenai Batasan waktu sesuai dengan UU Pilkada sampai dengan akhir masa jabatan kepala daerah, dilarang melakukan penggantian pejabat kecuali mendapat persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri (Kemendagri).
“Pengangkatan dan Pelantikan Pejabat pada tanggal 22 Maret 2024 sudah didahului peristiwa berupa konsultasi perbuatan kepada pihak yang berkompeten (KASN) sehingga hal ini secara objektif dapat dipandang sebagai Tindakan kehati-hatian, kecermatan dan upaya kepastian hukum oleh Pemkab Sidoarjo,” katanya saat ditemui pada Rapat Koordinasi Pengisian Jabatan yang dihadiri oleh 65 Perangkat Daerah Pemkab Sidoarjo di Ruang Delta Wicaksana, Senin (22/4).
Masih kata Radian, Pemkab Sidoarjo juga telah memedomani UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi Pemerintahan dan Bupati Sidoarjo memiliki izin dalam hal izin pegawai sesuai dengan peraturan-undangan yang tertuang di UU Nomor 30 Tahun 2014 dan mengacu pada Surat Edaran Kemendagri.
“Pada dasarnya menurut UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pembatalan dapat dilakukan karena adanya cacat yang sah, prosedur dan substansi (Pasal 66 ayat (1) huruf a). Bahwa terhadap terbitnya Surat Menteri Dalam Negeri, dapat menjadi dasar untuk melakukan pembatalan terhadap Keputusan yang telah ditetapkan dapat diubah, dicabut, atau ditunda oleh Badan atau Pejabat yang menetapkan Keputusan (Pasal 66 ayat (1) huruf b). Maka dalam hal ini penghentian penghentian Pegawai telah sesuai dengan izin Bupati,” jelasnya.
“Bahwa apabila Keputusan Pembatalan dianggap tidak sah maka hal ini hanya bisa karena alasan tidak berwenangnya pejabat atau badan terhadap suatu hal. Mengenai alasan pemberian jangka waktu efektif yang berlaku, yang dikaitkan dengan diskresi dan AUPB, tidak bisa disimpulkan kecuali diuji oleh pengadilan atau dibatalkan oleh badan atau pejabat atasan yang menetapkan Keputusan. Yang dilakukan Pemkab Sidoarjo tepat dalam me respon surat Mendagri. Pegawai pemkab yang dilantik tanggal 22 Maret tetap bekerja sesuai posisi dan izin sampai saat berlaku batas akhir sesuai SK Bupati,” tambahnya. (nd/kmf)