SIDOARJO (lensa-global.com) - Terkait persoalan jual beli tanah gogol gilir yang terjadi di desa Sidokerto, Kecamatan Buduran Sidoarjo masih bergulir. Bahkan telah dilaporkan warga eks gogol dusun Klanggri Desa Sidokerto Kecamatan Buduran ke Kejari Sidoarjo atas dugaan penggelapan penjualan tanah yang di klaim milik warga gogol.
Hal tersebut mendapat tanggapan dari Kepala bidang administrasi desa, dinas PMD Kabupaten Sidoarjo, Andik Sulistyono. Saat dihubungi diruang kerjanya, Selasa (24/9/2024) dirinya akan segera mengklarifikasi ke pemerintahan desa Sidokerto terkait persoalan itu.
Dari informasi yang saya dapatkan sementara ini terkait persoalan di Desa Sidokerto bahwa tanah gogol tersebut dijual sekitar tahun 1997. Dalam proses pengukuran oleh BPN saat itu ternyata luasnya melebihi dari luasan yang tertera di letter C dari 25 orang gogol yaitu selisih sekitar 4 atau 5 ribu meter," ungkapnya.
Dari kelebihan ukur luas tanah yang di lepas itu, ia berpendapat tanah tersebut berstatus tanah negara bebas. Artinya bahwa tanah yang langsung dikuasai oleh Negara dan di atas tanah tersebut tidak ada hak yang dipunyai pihak lain.
"Kalau memang pelepasan saat itu jumlah luas tanah yang tertera di letter C dari 25 orang gogol itu sudah pas/sesuai, dan saat diukur oleh BPN ada kelebihan, maka bisa saya katakan bahwa tanah itu berstatus tanah negara bebas," jelasnya.
Lebih lanjut Andik menjelaskan itu artinya bahwa warga gogol sudah tidak mempunyai hak lagi atas tanah tersebut. Sebab mereka tidak mempunyai atas hak sebagai dasar untuk mengklaim kepemilikannya. Sehingga tanah itu berstatus quo atau tak bertuan atau tanah negara bebas.
Berkenaan dengan status tanah negara bebas yang dikuasai oleh perorangan, Andik menjelaskan sesuai PP 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, bahwa tanah yang berstatus tanah negara bebas itu bisa di kuasai atau dimiliki oleh perorangan ataupun lembaga.
"Namun ada syaratnya, diantaranya tanah tersebut sudah dikuasainya selama 20 tahun secara berturut-turut dengan iktikad baik. Artinya tanah itu dikelola, dirawat dan dimanfaatkan, pajaknya dibayarkan juga misalnya. Dengan dasar itu kepala desa bisa memberikan rekomendasi untuk diajukan ke BPN dalam penerbitan SHM," urainya.
Namun tentunya hal tersebut menurut Andik tidak mudah dan jarang terjadi, apalagi di kabupaten Sidoarjo nilai tanah cukup tinggi. Karena itu Andik berharap kepala desa harus berhati-hati terkait persoalan ini karena rawan penyalahgunaan jabatan dan wewenang. Sebaiknya status tanah tak bertuan seperti itu di jadikan aset desa. Hal itu untuk menghindari konflik ataupun persoalan hukum dikemudian hari.
"Perbup Sidoarjo 48 tahun 2017 pasal 59 sudah sangat jelas, maka kami selalu mendorong seluruh pemerintahan desa di kabupaten Sidoarjo ini agar memasukkan aset-aset yang tak bertuan itu menjadi aset desa yang bisa bermanfaat untuk warganya," pungkasnya.
Sementara itu, salah satu anggota BPD Kecamatan Buduran Sidoarjo yang tidak mau disebutkan namanya menjelaskan apabila memang tanah tersebut tak bertuan dan dijadikan aset desa, tetapi kenyataannya sudah berpindah tangan atau sudah diperjual belikan ke orang lain, itu atas kemauan orang gogol sendiri atau ada perintah, harus diperjelas, tegasnya.
Selanjutnya, diblok gogol Klanggri kan sudah ada bentuk pelepasan hak pada saat itu yang dibeli oleh PT YKP, artinya 25 orang gogol yang diblok Klanggri sudah tidak punya hak lagi atas tanah sisa yang sekarang ini. Saya dengar-dengar juga Letter C nya orang gogol secara yuridis sudah habis luasannya tetapi di lapangan masih ada sisa. "Menurut pak Andik orang PMD saat dihubungi media, bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara bebas yang artinya tanah yang kembali ke negara. Sedangkan Gogol hilir ini kan merupakan hadiah karena tanah tersebut juga belum selesai di Letter C nya, jadi perlu dipertanyakan ke pak Carik", ujarnya.
Kemudian perlu dipertanyakan ke Kades Sidokerto, adanya tim 9 atas perintah atau petunjuk dari siapa karena adanya pembayaran yang dilakukan oleh PT tersebut tidak terlepas dari dokumen-dokumen yang dipersiapkan oleh pemerintah desa, seperti salah satu contoh, bahwa tanah tersebut tidak dalam masalah dan lain-lain. Minta adanya transparansi yang harus disampaikan terkait menyikapi adanya tanah sisa tersebut, pungkasnya yang wanti-wanti tetap tidak mau disebutkan namanya sembari tersenyum.
Sedangkan salah satu penghuni Perum Griyo Sono Buduran saat ditemui awak media, Minggu (29/9/2024) mengatakan resah dengan adanya keributan atas tanah yang sudah ditempati. Apalagi penghuni warga perumahan sudah ada yang lunas pembayarannya dalam kepemilikan rumahnya sebesar 50 persen tetapi kelengkapan suratnya masih dalam proses (info dari pengembang), ungkapnya yang tidak mau disebutkan namanya.(nd)